Ketika ditanya, kata mana yang lebih sesuai
diantara budaya dan penyakit dengan korupsi di Indonesia?
Jawaban saya pribadi adalah penyakit, karena lebih sesuai. Nah kenapa kata
budaya kerap digunakan sebagai pendamping kasus korupsi di Indonesia, sehingga
seakan-akan korupsi yang terjadi di Indonesia itu adalah sebagai budaya
Indonesia. Melihat prosentase pelaku tindak pidana korupsi pun jauh lebih kecil
dibanding jumlah penduduk Indonesia, ini berarti korupsi bukan budaya
Indonesia, korupsi tidak beda dengan kriminal yang mengarah pada wabah
penyakit. Karena yang terlibat kasus korupsi itu tidak pernah perseorangan,
kecuali orang tersebut nekat dan sakti. Begitu pun wabah penyakit, bisa
dikatakan wabah penyakit bila yang terjangkit itu sekelompok, sekumpulan dan
atau dalam satu wilayah tertentu, sempit atau luas.
Pertanyaan sepele tersebut diatas kelihatannya penting
untuk dipikirkan, karena memang korupsi bukan budaya Indonesia. Kasus korupsi
adalah kejadian umum diseluruh dunia, jadi kalo korupsi itu budaya Indonesia
artinya Indonesia akan mendapat pengakuan atau labeling resmi
dari Organisasi Internasional seperti Unesco PBB, bahwa
Indonesia yang memiliki budaya korupsi. Indonesia pastinya tidak akan pernah
berminat untuk mendapat predikat sebagai negara yang berbudaya korupsi, tapi
kenapa korupsi diaktakan budaya di Indonesia bukannya penyakit?
Perihal sebutan budaya korupsi di Indonesia dan
tambahan kata bla bla bla, sebaiknya diluruskan atau tidak lagi digunakan.
Bukan berarti menolak perumpamaan atau analogi dalam ilmu bahasa, tapi melihat
dampak penggunaan kata budaya didepan korupsi ditambah Indonesia itu buruk
sekali bagi generasi mendatang. Apa gunanya bila istilah, analogi atau
perumpaan itu keluar dan populer, tapi korupsi jalan terus, lancar seperti aircomberan di got mampet.
Jika memang korupsi itu budaya, pasti generasi berikut akan mempelajarinya dan
kalo bisa mencoba keindahan budaya korupsi. Tulisan ini tidak menyalahkan
pengguna kata budaya di depan korupsi, tapi sekedar sharing bahwa
kata budaya yang ditempelkan didepan korupsi ditambah Indonesia itu akan
berdampak negatif bila dilihat dari sisi manapun.
Apa alasannya korupsi itu bukan budaya Indonesia?
Sejujurnya, diawal-awal sebelum pertanyaan itu diutarakan ke saya, kalimat
korupsi budaya Indonesia adalah biasa saja. Tapi setelah dipikirkan dan dengan
beberapa refferensi logis, ternyata memang budaya korupsi bukan budaya
Indonesia. Lantas seperti apa budaya Indonesia itu? Mudahnya adalah batik,
angklung, ramah, tari tor-tor, Candi Borobudur, dan lain sebagainya itulah yang
merupakan budaya Indonesia.
Bukankah korupsi di Indonesia adalah juga hasil karya
rakyat Indonesia? Ya betul, tapi hasil karya terrsebut sifatnya negatif jadi
tidak perlu diberikan titel budaya. Kedua, karya korupsi tidak mewakili sumber
secara spesifik, berbeda dengan candi Borobudur, tari Kecak atau Angklung yang
memiliki sumber dan ciri yang lebih spesifik. Bila sumber korupsi tidak jelas,
bagaimana bisa korupsi itu budaya Indonesia? Tepatnya korupsi bukan budaya
Indenesia, tetapi tindak kriminal yang lebih dekat pada penyakit di Indonesia
ini. Satu hal yang umum adalah belum pernah ada pengakuan dari
Internasional, bahwa Indonesia memiliki budaya korupsi. Apakah mau bila kita
itu disebut berbudaya korupsi?
Mohon maaf jadi panjang tulisan 'korupsi bukan
budaya Indonesia', meskipun ada sebagian yang tidak setuju dengan tulisan
ini, ya monggo. Ini ditulis supaya jelas, bahwa saya
pribadi tidak pernah mau diberikan ucapan selamat sebagai bangsa yang memiliki
budaya korupsi. Saya lebih setuju korupsi itu dikategori kan penyakit, bahkan
penyakit menular dan mematikan melebihi penyakit berbahaya lainnya. Buat
bahan pemikiran, saya kutip beberapa pendapat mengenai budaya dan kebudayaan
dari berbagai segi, seperti dibawah in:
Budaya atau
kebudayaan berasal dari bahasa Sanskerta yaitu buddhayah, yang merupakan bentuk
jamak dari buddhi (budi atau akal) diartikan sebagai hal-hal yang berkaitan
dengan budi dan akal manusia. (Baca selengkapnya disini)
Budaya 1
n pikiran; akal budi: hasil ~; 2 n adat istiadat: menyelidiki bahasa dan ~; 3 n
sesuatu mengenai kebudayaan yg sudah berkembang (beradab, maju): jiwa yg ~; cak
(baca lengkapnya disini)
Bagaimana bila sebutan korupsi budaya Indonesia
diganti menjadi korupsi penyakit Indonesia? Saya pribadi cendrung korupsi itu
penyakit Indonesia dan bukan budaya Indonesia, karena saya melihat
korupsi sebagai budaya Indonesia belum memperoleh pengakuan dan hanya merupakan
sebutan saja. Dari arti dan kronologinya, korupsi itu lebih cocok disebut
penyakit. Coba kita lihat mereka yang melakukan korupsi, pada awalnya semua
tertawa, gembira dan kaya raya, tapi begitu tertangkap bukan main hinanya.
Semua penyakit juga begitu dan sama persis dengan krnologi korupsi.
Mula-mula si kecil mencicipi sebutir kembang gula,
lama-kelamaan menyukai dan menangis bila tidak diberikan. Akibatnya si Ibu mengalah
dan membiarkan si kecil menikmati kembang gula hingga berlebihan, alhasil
sekian bulan kemudian apa yang terjadi? Gigi sikecil keropos, berlubang dan
rusak, si ibu bingung lalu pergi ke dokter gigi untuk diobati. Tambal kiri
tambal kanan, cabut sana cabut sini, akhirnya ibu dan si kecil merasa senang
dan nyaman pulang kerumah. Si ibu mengira penyakit yang diderita si kecil sudah
sembuh, tapi ternyata tidak berapa lama kemudian karena si kecil masih cinta
dengan kembang gula dan si ibu tidak pernah melarang. Mungkin pemikirinan si
ibu, tinggal pergi ke dokter gigi, bayar dan selesai permasalahannya. Pada
kenyataannya tidak seperti itu, sakit gigi akan kambuh dan kambuh lagi, meski
gigi si kecil sudah dihabiskan alias dicabut semua. Memang saat gigi si kecil
habis masalah sakit gigi belum ada, tapi begitu gigi mulai bertumbuhan seiring
usia si kecil yang semakin besar, penyakit gigi mengintai dibalik kecintaan si
kecil pada kembang gulanya. Dan benar, sekian tahun kemudian, gigi si kecil
yang sudah sedikit besar itu berlubang lagi. Jadi percuma berobat, jika masih
makan kembang gula. Apa kebiasaan ini disebut budaya?
Apa hubungan antara cerita si kecil yang suka kembang
gula secara berlebihan dan korupsi? Permen itu manis, lezat persis seperti
nikmatnya uang korupsi. Siapapun menyukai hal-hal yang manis, hingga lupa diri
dan tidak sadar efek samping yang akan ditimbulkan. Pelaku korupsi juga begitu,
perhitungannya hanya senang dan senang. Bila memikirkan dampak, dipastikan
mereka tidak akan jadi melakukan tindak korupsi. Jadi korupsi lebih tepat bila
dikategorikan sebagai penyakit, bahkan penyakit mematikan. Penyakit itu tidak
pernah ada dan atau diderita pasien, bila tidak ada sebabnya. Umumnya penyakit
datang akibat pola atau kebiasaan buruk pada waktu lalu dalam jangka waktu
lama. Nah, baru dirasakan dampaknya dan diketahui sebabnya ketika sudah menjadi
pasien atau dalam kondisi sakit. Sama atau tidak dengan kasus korupsi?
Satu contoh sedikit guyon, coba saja kita lihat dampak akibat
melakukan korupsi di Iran atau dibeberapa negara lain yang menganut hukuman
mati bagi koruptor, berarti korupsi sesungguhnya mengantar pada kematian.
intinya meskipun Indonesia berada pada posisi bawah tingkat
korupsinya, bukan berarti korupsi itu telah menjadi budaya Indonesia.
Jadi, mana yang lebih cocok, budaya atau penyakit?
Kalau lebih suka sebutan korupsi budaya Indonesia ya berarti kita termasuk
koruptor, bila korupsi disebut penyakit Indonesia berarti kita belum tentu
sakit alias korupsi. Terima kasih, maaf untuk yang tidak setuju dengan tulisan
ini. Harapan kedepan, tidak ada lagi tetangga yang ingin mempelajari trik si
kaya yang sukses akibat korupsi. Artinya si tentangga koruptor telah mengerti
korupsi itu bukan budaya, tapi penyakit jadi tidak dipelajari dan diminati,
bahkan dihindari dan dijauhi. Terima kasih! Katakankorupsi bukan budaya
Indonesia, tapi Penyakit Indonesia yang harus dibasmi! Untuk yang
tidak setuju, silahkan laporkan ke Unesco PBB, bahwa korupsi itu adalah budaya
bangsa Indonesia dan kalau perlu diadakankoruptor
award. Bila korupsi sudah disebut penyakit, maka perlu dilakukan tindakan
penyembuhan dan tindakan pencegahan bagi mereka yang belum terjangkit.
Boleh dong? Sepaham atau berbeda pendapat itu biasa.
Sumber: http://kitabasmikorupsi.blogspot.com/2013/02/korupsi-bukan-budaya-indonesia.html
ayo berantas korupsi
BalasHapusSiap Pak bos dengan senang hati...
BalasHapusSaya ada di depan